Rabu, 05 Januari 2011

ISTANA MERDEKA

Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Merdeka, Jakarta, merupakan dua buah bangunan utama yang luasnya 6,8 hektare (1 hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di antara Jalan Medan Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah bangunan yang sering digunakan sebagai tempat kegiatan kenegaraan.

Dua bangunan utama adalah Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas)(Jalan Medan Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara ada pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat antara Istana Negara dan Istana Merdeka, ada Wisma Negara.

Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru.

Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal waktu itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.

Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah.

Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di antaranya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.

Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Kuno ini bertingkat dua. Tapi pada 1848 bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.

Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan.

Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang waktu itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.

Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka.

Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.

Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara.

Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka digunakan untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri).

Bangunan seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur).

Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak ada lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta lebih banyak berkantor di Bina Graha.

Dan diantara kedua istana ini, terdapat sebuah halaman yang cukup luas yang lebih dikenal dengan sebutan halaman tengah.

Halaman depan Istana Merdeka terhampar rumput hijau yang luas, dimana ditengah-tengahnya terdapat tiang bendera dan air mancur. Halaman rumput ini dikelilingi oleh jalan beraspal.
Halaman lain yang sering dipergunakan adalah halaman tengah yang letaknya tepat di belakang Istana Negara dan Istana Merdeka. Di halaman tengah ini terdapat satu buah gazebo dan beberapa pohon besar yang sudah berumur, dan juga air mancur kecil di salah satu sudutnya. Bangunan gazebo berbentuk segi delap
an ini merupakan peninggalan lama, yang setengah bidangnya terbuat dari materi batu alam dan setengah bidang sisanya merupakan bidang terbuka. Bentuk bangunan tidak mengalami banyak perubahan, masih dipertahankan seperti aslinya. Hanya finishing batu alamnya dipoles dengan warna putih supaya senada dengan gaya arsitektur bangunan istana lainnya yang juga serba putih. Yang mengalami perubahan adalah fungsinya, karena kini gazebo ini dipakai sebagai ruang simpan gamelan dan tempat pegawai istana berlatih memakai gamelan tersebut.
Halaman ini biasanya dijadikan tempat untuk menggelar resepsi kenegaraan setiap tanggal 17 Agustus. Seperti halnya perayaan 17 Agust
us tahun ini, halaman ini disulap menjadi tempat indah nan asri dengan konsep go green dan dihiasi ornament-ornamen Bali. Selain itu, taman ini juga sering dipergunakan untuk kegiatan yang sifatnya informal seperti melepas para atlet untuk berjuang di arena perlombaan.

Tata Ruang Dalam

Ruang`resepsi
Dalam ruangan ini banyak sekali be
nda-benda seni seperti lukisan, patung, keramik dan gading asli Thailand. Koleksi lukisan di Museum Istana Kepresidenan ini tersimpan karya pelukis-pelukis Indonesia ternama. Antara lain, Affandi, Basoeki Abdullah, S. Sudjojono, Rudolf Bonet, Dullah, AD Pitous, dan Fajar Sidik. Tepat di atas ruangan ini terdapat dua lampu besar yang berasal dari Chekoslovakia. Di sebelah kanan ruang resepsi terdapat dapur dan ruang kerja Presiden.

Ruang Jepara

Ruangan ini dinamakan ruang Jepara karena di dalamnya terdapat pilar-pilar dan kursi-kursi yang terbuat dari kayu Jepara asli. Tempat ini berfungsi sebagai ruang pertemuan bagi Presiden dengan kepala-kepala negara yang berkunjung ke Indonesia. Di seberang ruang Jepara terdapat ruang tamu yang diperuntukkan bagi istri-istri kepala negara, di dalamnya terdapat tanaman dalam pot dan juga lukisan-lukisan yang bernuansa cerah.

Ruang Kredensial

Ruangan ini merupakan tempat Presiden menerima tamu-tamu luar negeri ataupun duta-duta negara yang akan menyerahkan dokumen-dokumen penting, melantik duta-duta besar dan juga sebagai tempat bapak Presiden menerima ucapan selamat dalam peringatan hari kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus. Di tempat ini pula, almarhum mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatannya sebagai Presiden.

Dari ruang Kredensial, rombongan akan menuju ke taman yang menghubungkan Istana Merdeka dan Istana Negara. Di taman yang luas ini, banyak terdapat patung-patung koleksi dari Bung Karno, serta lapangan mini golf. Selain taman, diantara Istana Merdeka dan Istana Negara juga terdapat kantor tempat pertemuan antara Presiden dengan menteri-menteri yang juga berfungsi sebagai tempat konperensi pers yang dilakukan oleh Presiden maupun Menteri-menteri. Di sekitar lingkungan taman ini kita akan menjelajah arena mading dimana gambar-gambar foto kegiatan presiden SBY terpampang disana.


SUMBER : - Wikipedia

- Mignus.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar