Selasa, 18 Januari 2011

Rumah Gadang Minangkabau

SEJARAH

Sumatera Barat adalah sebuah provinsi yang terletak di pesisir barat pulau Sumatera, Indonesia dan merupakan provinsi terluas kesebelas di Indonesia dengan ibukota Padang.

Provinsi ini identik dengan kampung halaman Minangkabau, dan pernah menjadi kawasan penghasil emas kemudian menjadi kawasan sentra produksi lada atau merica, serta memainkan peranan penting dalam perdagangan yang melibatkan para pedagang dari India, China, Arab, Portugis kemudian Inggris dan Belanda.

Mayoritas penduduk Sumatera Barat merupakan suku Minangkabau. Di daerah Pasaman selain suku Minang berdiam pula suku Batak dan suku Mandailing. Suku Mentawai terdapat di Kepulauan Mentawai. Di beberapa kota di Sumatera Barat terutama kota Padang terdapat etnis Tionghoa, Tamil dan suku Nias dan di beberapa daerah transmigrasi (Sitiung, Lunang Silaut, Padang Gelugur dan lainnya) terdapat pula suku Jawa.

AGAMA ( KEPERCAYAAN )

Mayoritas penduduk Sumatera Barat beragama Islam. Selain itu ada juga yang beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai, serta Hindu dan Buddha.

RUMAH ADAT

Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.

Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.

Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma. Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.

RUMAH GADANG, UKIRAN, DAN RANGKIANG


` Rumah gadang merupakan rumah adat Minangkabau. Rumah gadang ini mempunyai ciri-ciri yang sangat khas. Bentuk dasarnya adalah balok segi empat yang mengembang ke atas. Garis melintangnya melengkung tajam dan landai dengan bagian tengah lebih rendah. Lengkung atap rumahnya sangat tajam seperti tanduk kerbau, sedangkan lengkung badan dan rumah landai seperti badan kapal. Atap rumahnya terbuat dari ijuk. Bentuk atap yang melengkung dan runcing ke atas itu disebut gonjong. Karena atapnya membentuk gonjong, maka rumah gadang disebut juga rumah bagonjong.

Asal Usul Bentuk Rumah Gadang

Bentuk atap rumah gadang yang seperti tanduk kerbau sering dihubungkan dengan cerita Tambo Alam Minangkabau. Cerita tersebut tentang kemenangan orang Minang dalam peristiwa adu kerbau melawan orang Jawa.

Bentuk-bentuk menyerupai tanduk kerbau sangat umum digunakan orang Minangkabau, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah satunya pada pakaian adat, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang.

Asal-usul bentuk rumah gadang juga sering dihubungkan dengan kisah perjalanan nenek moyang Minangkabau. Konon kabarnya, bentuk badan rumah gadang Minangkabau yang menyerupai tubuh kapal adalah meniru bentuk perahu nenek moyang Minangkabau pada masa dahulu. Perahu nenek moyang ini dikenal dengan sebutan lancang.

Menurut cerita, lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu Batang Kampar. Setelah sampai di suatu daerah, para penumpang dan awak kapal naik ke darat. Lancang ini juga ikut ditarik ke darat agar tidak lapuk oleh air sungai.

Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, lancang itu diberi atap dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada tiang lancang tersebut. Selanjutnya, karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya membentuk lengkungan yang menyerupai gonjong. Lancang ini menjadi tempat hunian buat sementara. Selanjutnya, para penumpang perahu tersebut membuat rumah tempat tinggal yang menyerupai lancang tersebut. Setelah para nenek moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang yang bergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini, sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.

Bagian-bagian dalam Rumah Gadang Minangkabau

Rumah adat Minangkabau dinamakan rumah gadang adalah karena ukuran rumah ini memang besar. Besar dalam bahasa Minangkabau adalah gadarig. Jadi, rumah gadang artinya adalah rumah yang besar. Bagian dalam rumah gadang merupakan ruangan lepas, kecuali kamar tidur. Ruangan lepas ini merupakan ruang utama yang terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang rumah gadang berbanjar dari muka ke belakang atau dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang mbnandai lanjar, sedangkan tiang dari kini ke kanan menandai ruang. Jadi, yang disebut lanjar adalah ruangan dari depan ke belakang. Ruangan yang berjajar dari kiri ke kanan disebut ruang.

Jumlah lanjar tergantung pada besar rumah. Biasanya jumlah lanjar adalah dua, tiga clan empat. Jumlah ruangan biasanya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas. Ukuran rumah gadang tergantung kepada jumlah lanjarnya.

Sebagai rumah yang besar, maka di dalam rumah gadang itu terdapat bagian-bagian yang mempunyai fungsi khusus. Bagian lain dari rumah gadang adalah bagian di bawah lantai. Bagian ini disebut kolong dari rumah gadang. Kolong rumah gadang cukup tinggi dan luas. Kolong ini biasanya dijadikan sebagai gudang alat-alat pertanian atau dijadikan sebagai tempat perempuan bertenun. Seluruh bagian kolong ini ditutup dengan ruyung yang berkisi-kisi jarang.

Dinding rumah gadang terbuat dari kayu, kecuali bagian belakang yang dari bambu. Dinding papan dipasang vertikal. Pada setiap sambungan papan diberi bingkai. Semua papan tersebut dipenuhi dengan ukiran. Kadang-kadang tiang yang ada di dalam juga diukir. Sehingga, ukirang merupakan hiasan yang dominan dalam bangunan rumah gadang Minangkabau. Ukiran disini tidak dikaitkan dengan kepercayaan yang bersifat sakral, tetapi hanya sebagai karya seni yang bernilai hiasan.

sumber : - wikipedia

- kaskus.com

Minggu, 09 Januari 2011

RUMAH ADAT LAMIN


Rumah tradisional suku Dayak dikenal dengan sebutan Lamin. Bentuk rumah adat Lamin dari tiap suku Dayak umumnya tidak jauh berbeda. Lamin biasan
ya didirikan menghadap ke arah sungai. Dengan bentuk dasar bangunan berupa empat persegi panjang. Panjang Lamin ada yang mencapai 200 meter dengan lebar antara 20 hingga 25 meter. Di halaman sekitar Lamin terdapat patung-patung kayu berukuran besar yang merupakan patung persembahan nenek moyang (blang).

Lamin berbentuk rumah panggung (memiliki kolong) dengan menggunakan atap bentuk pelana. Tinggi kolong ada yang mencapai 4 meter. Untuk naik ke atas Lamin, digunakan tangga yang terbuat dari batang pohon yang ditakik-takik membentuk undakan dan tangga ini bisa dipindah-pindah atau dinaik-turunkan. Kesemua ini adalah sebagai upaya untuk mengantisipasi ancaman serangan musuh ataupun binatang buas.

Pada awalnya, Lamin dihuni oleh banyak keluarga yang mendiami bilik-bilik didalam Lamin, namun kebiasaan itu sudah semakin memudar di masa sekarang. Bagian depan Lamin merupakan sebuah serambi panjang yang berfungsi sebagai tempat penyelenggaraan upacara perkawinan, melahirkan, kematian, pesta panen, dll. Di belakang serambi inilah terdapat deretan bilik-bilik besar. Setiap kamar dihuni oleh 5 kepala keluarga.

Lamin kediaman bangsawan dan kepala adat biasanya penuh dengan hiasan-hiasan atau ukiran-ukiran yang indah mulai dari tiang, dinding hingga puncak atap. Ornamen pada puncak atap ada yang mencuat hingga 3 atau 4 meter. Dinding Lamin milik bangsawan atau kepala adat terbuat dari papan, sedangkan Lamin milik masyarakat biasa hanya terbuat dari kulit kayu.

Rumah lamin dari suku Dayak Kenyah sebagai bangunan induk, lumbung padi (kerangking), tempat menyimpan mayat (lungun), bangunan panggung, dan sejumlah patung suku Dayak Bahau.
Lamin merupakan rumah panggung yang sangat panjang sambung-menyambung, ditempati puluhan keluarga—bahkan dapat menampung sampai 200 orang—sebagaimana rumah tradisional suku Dayak pada umumnya. Perbedaan hanya terletak pada nama dan rinciannya.

Seluruh bahan bangunan dari kayu ulin berwarna hitam yang tahan lama.
Tata ruang lamin merupakan rangkaian bangunan yang sama, terdiri atas ruang los panjang yang berfungsi sebagai tempat pertemuan, pelaksanaan upacara adat, serta tempat tidur bagi laki-laki, pemuda, dan tamu laki-laki. Di kanan-kiri ruang depan terdapat bilik berderet-deret yang merupakan tempat tidur keluarga dan anak-anak gadis, sedangkan dapur untuk memasak dan tempat makan keluarga berada di belakang bilik-bilik tidur.

Hiasan lamin berupa ukiran yang mengandung makna dan lambang tertentu, berupa stilisasi pola bangun-berulang, pilin, dan kait-berkait membentuk hiasan abstrak dan khas, misalnya ular naga, burung enggang, cumi-cumi, serta topeng dan kerangka manusia. Bagi orang Dayak, naga merupakan lambang kesaktian, kekuatan, dan kepahlawanan; enggang melambangkan ketinggian derajat, keluhuran budi, dan sekaligus lambang kebangsawanan; cumi-cumi lambang kerakyatan; sedangakan topeng dan kerangka manusia lambang kedamaian. Warna-warna yang digunakan adalah kuning, merah, biru, dan putih, yang mengandung arti keagungan, keberanian, pengabdian, dan kesucian.

Di depan lamin terdapat dua deret patung manusia dan hewan sebagai penjaga lamin beserta seluruh penghuninya, beberapa di antaranya terdapat binatang, seperti kera dan buaya, di atas kepalanya. Menurut kepercayaan Dayak, patung yang menghadap ke timur atau arah matahari terbit mempunyai kekuatan membantu mendatangkan rejeki dan kebaikan, sedangkan patung yang menghadap ke selatan mempunyai fungsi sebagai penolak bala atau roh jahat yang akan mengganggu. Patung-patung itu dinamakan sambang lawing dalam bahasa Dayak Tunjung. Di dekat patung terdapat blontang, tiang kayu tingggi untuk mengikat atau menambatkan binatang korban—biasanya kerbau atau sapi—dalam upacara adat.

Di belakang anjungan terdapat lungun, yakni peti berukir dan bertiang sebagai tempat menyimpan mayat pada suku Dayak Benuaq. Di sudut lain terdapat lumbung (kerangking), yang aslinya untuk menyimpan padi dan hasil panen suku Dayak Kenyah.


Rabu, 05 Januari 2011

PONDASI

Pondasi merupakan bagian dasar bangunan yang berada didalam tanah dan berfungsi sebagai penahan beban bangunan. Pondasi yang merupakan bagian pokok bangunan harus memiliki konstruksi yang kokoh dan kuat sehingga beban yang di terimanya dapat di alihkan ke tanah. Selain faktor-faktor teknis, faktor ekonomis juga harus di pertimbangkan seperti biaya pembangunan dan pemeliharaannya yang di pengaruhi oleh: galian tanah, volume dan jenis tanah, pengeringan galian, pemancangan, harga bahan, pengangkutan, dan tempat kerja.

Pondasi memiliki beberapa tipe seperti : Pondasi dangkal (Pondasi umpak, pondasi batu bata, Pondasi beton tak bertulang), dan Pondasi dalam (Pondasi Silinder beton/sumuran, dan pondasi tiang). Beban yang bekerja pada pondasi dapat dikategorikan sebagai beban horizontal/beban geser (gaya tekan tanah, gaya angin pada dinding), Beban vertikal/beban tekan dan beban tarik (beban mati dari bangunan, beban hidup dari penghuni, gaya gempa dan gaya angkat air), Momen, dan Torsi.

Sifat fisik dan mekanis tanah dasar dan keadaan air tanah perlu di teliti untuk menentukan sistem dan konstruksi pondasi. Jenis pondasi tergantung pada kondisi tanah dan keadaan lapangan. Pondasi bisa di buat dengan berbagai sistem antara lain:

- Pondasi Langsung (STALL) dari batu atau beton

- Pondasi Foot Plat (Pondasi Telapak)

- Pondasi Sumuran (Silinder Beton)

- Pondasi Merata (Slab Foundation)

- Pondasi Tiang pancang

Keberhasilan bangunan tak lepas dari pondasi yang direncanakan dan diperhitungankan dengan baik. Untuk merencanakan pondasi yang kuat dan sesuai kondisi tanah maka diperlukan jasa perencanaan seperti arsitek ataupun sipil engener. Adapun kriteria pondasi yang baik adalah : penempatan yang tepat dan sesuai, aman dari kelongsoran daya dukung, dan aman dari penurunan akibat beban bangunan diatasnya.

Jenis-jenis Pondasi

Pada pembahasan mengenai pondasi sebelumnya kita mengenal beberapa jenis pondasi yang biasa digunakan. Pondasi bangunan terdiri dari beberapa jenis seperti

1. Pondasi Langsung (STALL)

Pondasi langsung (Stall) termasuk pondasi dangkal yang dipakai pada kondisi tanah baik dengan kedalaman tanah ± 1.5 m. Bahan bangunan yang sering digunakan adalah batu kali, batu gunung,atau beton tumbuk.








2. Pondasi Foot Plat (Telapak)

Pondasi Telapak digunakan untuk kondisi tanah yang stabil dan baik dengan sigma 1.5-2 kg/cm². Bangunan gedung dengan tinggi 2-4 lantai biasanya menggunakan pondasi jenis ini. Bahan yang banyak dipakai untuk podasi telapak adalah beton bertulang. Dimensi pondasi ditentukan dengan perhitungan konstruksi beton bertulang.






3. Pondasi Sumuran

Tanah yang labil dengan sigma <>pur biasanya menggunakan pondasi sumuran.






4. Pondasi Merata (Slab Foundation)

Pondasi merata digunakan pada kondisi tanah sangat lembek (lunak) dan pondasi lantai bawah tanah/bassment suatu bangunan gedung.

a. Pondasi Tiang Pancang

Pondasi tiang pancang dipergunakan pada tanah-tanah lembek, tanah berawa, dengan kondisi

daya dukung tanah (sigma tanah) kecil, kondisi air tanah tinggi dan tanah keras pada posisi sangat dalam. Bahan untuk pondasi tiang pancang adalah : bambu, kayu besi/kayu ulin, baja, dan beton bertulang.

  • Ponda si Tiang Pancang Kayu

Rumah panggung dan juga rumah-rumah nelayan yang ada dipinggir sungai atau rawa biasanya

menggunakan pondasi pancang kayu untuk menopang beban rumah.












  • Pondasi Tiang Pancang Beton

Pondasi tiang beton digunakan untuk bangunan tinggi (high rise building) dengan pelaksanaan sebagai berikut :

  1. Melakuka n test untuk menentukan kedalaman tanah keras dan klasifikasi panjang tiang pancang sesuai pembebanan yang telah diperhitungkan.
  2. Melakukan pengeboran tanah dengan mesin pengeboran tiang pancang.
  3. Melakukan pemancangan pondasi dengan mesin pondasi tiang pancang.

Pondasitiang pancang beton pada prinsipnya terdiri dari : pondasi tiang pancang beton cor di tempat dan tiang pancang beton sistem pabrikasi.

ISTANA MERDEKA

Istana Negara dan Istana Merdeka yang berada di satu kompleks di Jalan Merdeka, Jakarta, merupakan dua buah bangunan utama yang luasnya 6,8 hektare (1 hektare = 1 hektometer persegi = 10000 meter persegi) dan terletak di antara Jalan Medan Merdeka Utara dan Jalan Veteran, serta dikelilingi oleh sejumlah bangunan yang sering digunakan sebagai tempat kegiatan kenegaraan.

Dua bangunan utama adalah Istana Merdeka yang menghadap ke Taman Monumen Nasional (Monas)(Jalan Medan Merdeka Utara) dan Istana Negara yang menghadap ke Sungai Ciliwung (Jalan Veteran). Sejajar dengan Istana Negara ada pula Bina Graha. Sedangkan di sayap barat antara Istana Negara dan Istana Merdeka, ada Wisma Negara.

Pada awalnya di kompleks Istana di Jakarta ini hanya terdapat satu bangunan, yaitu Istana Negara. Gedung yang mulai dibangun 1796 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten dan selesai 1804 pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Siberg ini semula merupakan rumah peristirahatan luar kota milik pengusaha Belanda, J A Van Braam. Kala itu kawasan yang belakangan dikenal dengan nama Harmoni memang merupakan lokasi paling bergengsi di Batavia Baru.

Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan serta tempat tinggal para gubernur jenderal bila berurusan di Batavia (Jakarta). Para gubernur jenderal waktu itu kebanyakan memang memilih tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi kadang-kadang mereka harus turun ke Batavia, khususnya untuk menghadiri pertemuan Dewan Hindia, setiap Rabu.

Rumah van Braam dipilih untuk kepala koloni, karena Istana Daendels di Lapangan Banteng belum selesai. Tapi setelah diselesaikan pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor pemerintah.

Selama masa pemerintahan Hindia Belanda, beberapa peristiwa penting terjadi di gedung yang dikenal sebagai Istana Rijswijk (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk menghindari kata Istana) ini. Di antaranya menjadi saksi ketika sistem tanam paksa atau cultuur stelsel ditetapkan Gubernur Jenderal Graaf van den Bosch. Lalu penandatanganan Persetujuan Linggarjati pada 25 Maret 1947, yang pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan pihak Belanda diwakili oleh H.J. van Mook.

Pada mulanya bangunan seluas 3.375 m2 berarsitektur gaya Yunani Kuno ini bertingkat dua. Tapi pada 1848 bagian atasnya dibongkar; dan bagian depan lantai bawah dibuat lebih besar untuk memberi kesan lebih resmi. Bentuk bangunan hasil perubahan 1848 inilah yang bertahan sampai sekarang tanpa ada perubahan yang berarti.

Sebagai pusat kegiatan pemerintahan negara, saat ini Istana Negara menjadi tempat penyelenggaraan acara-acara yang bersifat kenegaraan, antara lain pelantikan pejabat-pejabat tinggi negara, pembukaan musyawarah dan rapat kerja nasional, kongres bersifat nasional dan internasional, dan jamuan kenegaraan.

Karena Istana Rijswijk mulai sesak, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal J.W. van Lansberge tahun 1873 dibangunlah istana baru pada kaveling yang sama, yang waktu itu dikenal dengan nama Istana Gambir. Istana yang diarsiteki Drossares pada awal masa pemerintahan RI sempat menjadi saksi sejarah penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Waktu itu RI diwakili oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan kerajaan Belanda diwakili A.H.J Lovinnk, wakil tinggi mahkota Belanda di Indonesia.

Dalam upacara yang mengharukan itu bendera Belanda diturunkan dan Bendera Indonesia dinaikkan ke langit biru. Ratusan ribu orang memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini diam mematung dan meneteskan air mata ketika bendera Merah Putih dinaikkan. Tetapi, ketika Sang Merah Putih menjulang ke atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar teriakan: Merdeka! Merdeka! Sejak saat itu Istana Gambir dinamakan Istana Merdeka.

Sehari setelah pengakuan kedaulatan oleh kerajaan Belanda, pada 28 Desember 1949 Presiden Soekarno beserta keluarganya tiba dari Yogyakarta dan untuk pertama kalinya mendiami Istana Merdeka. Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus di Istana Merdeka pertama kali diadakan pada 1950.

Sejak masa pemerintahan Belanda dan Jepang sampai masa pemerintahan Republik Indonesia, sudah lebih dari 20 kepala pemerintahan dan kepala negara yang menggunakan Istana Merdeka sebagai kediaman resmi dan pusat kegiatan pemerintahan negara.

Sebagai pusat pemerintahan negara, kini Istana Merdeka digunakan untuk penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, antara lain Peringatan Detik-detik Proklamasi, upacara penyambutan tamu negara, penyerahan surat-surat kepercayaan duta besar negara sahabat, dan pelantikan perwira muda (TNI dan Polri).

Bangunan seluas 2.400 m2 itu terbagi dalam beberapa ruang. Yakni serambi depan, ruang kredensial, ruang tamu/ruang jamuan, ruang resepsi, ruang bendera pusaka dan teks proklamasi. Kemudian ruang kerja, ruang tidur, ruang keluarga/istirahat, dan pantry (dapur).

Sepeninggal Presiden Soekarno, tidak ada lagi presiden yang tinggal di sini, kecuali Presiden Abdurrahman Wahid dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Presiden Soeharto yang menggantikan Soekarno memilih tinggal di Jalan Cendana. Tapi Soeharto tetap berkantor di gedung ini dengan men-set up sebuah ruang kerja bernuansa penuh ukir-ukiran khas Jepara, sehingga disebut sebagai Ruang Jepara serta lebih banyak berkantor di Bina Graha.

Dan diantara kedua istana ini, terdapat sebuah halaman yang cukup luas yang lebih dikenal dengan sebutan halaman tengah.

Halaman depan Istana Merdeka terhampar rumput hijau yang luas, dimana ditengah-tengahnya terdapat tiang bendera dan air mancur. Halaman rumput ini dikelilingi oleh jalan beraspal.
Halaman lain yang sering dipergunakan adalah halaman tengah yang letaknya tepat di belakang Istana Negara dan Istana Merdeka. Di halaman tengah ini terdapat satu buah gazebo dan beberapa pohon besar yang sudah berumur, dan juga air mancur kecil di salah satu sudutnya. Bangunan gazebo berbentuk segi delap
an ini merupakan peninggalan lama, yang setengah bidangnya terbuat dari materi batu alam dan setengah bidang sisanya merupakan bidang terbuka. Bentuk bangunan tidak mengalami banyak perubahan, masih dipertahankan seperti aslinya. Hanya finishing batu alamnya dipoles dengan warna putih supaya senada dengan gaya arsitektur bangunan istana lainnya yang juga serba putih. Yang mengalami perubahan adalah fungsinya, karena kini gazebo ini dipakai sebagai ruang simpan gamelan dan tempat pegawai istana berlatih memakai gamelan tersebut.
Halaman ini biasanya dijadikan tempat untuk menggelar resepsi kenegaraan setiap tanggal 17 Agustus. Seperti halnya perayaan 17 Agust
us tahun ini, halaman ini disulap menjadi tempat indah nan asri dengan konsep go green dan dihiasi ornament-ornamen Bali. Selain itu, taman ini juga sering dipergunakan untuk kegiatan yang sifatnya informal seperti melepas para atlet untuk berjuang di arena perlombaan.

Tata Ruang Dalam

Ruang`resepsi
Dalam ruangan ini banyak sekali be
nda-benda seni seperti lukisan, patung, keramik dan gading asli Thailand. Koleksi lukisan di Museum Istana Kepresidenan ini tersimpan karya pelukis-pelukis Indonesia ternama. Antara lain, Affandi, Basoeki Abdullah, S. Sudjojono, Rudolf Bonet, Dullah, AD Pitous, dan Fajar Sidik. Tepat di atas ruangan ini terdapat dua lampu besar yang berasal dari Chekoslovakia. Di sebelah kanan ruang resepsi terdapat dapur dan ruang kerja Presiden.

Ruang Jepara

Ruangan ini dinamakan ruang Jepara karena di dalamnya terdapat pilar-pilar dan kursi-kursi yang terbuat dari kayu Jepara asli. Tempat ini berfungsi sebagai ruang pertemuan bagi Presiden dengan kepala-kepala negara yang berkunjung ke Indonesia. Di seberang ruang Jepara terdapat ruang tamu yang diperuntukkan bagi istri-istri kepala negara, di dalamnya terdapat tanaman dalam pot dan juga lukisan-lukisan yang bernuansa cerah.

Ruang Kredensial

Ruangan ini merupakan tempat Presiden menerima tamu-tamu luar negeri ataupun duta-duta negara yang akan menyerahkan dokumen-dokumen penting, melantik duta-duta besar dan juga sebagai tempat bapak Presiden menerima ucapan selamat dalam peringatan hari kemerdekaan RI setiap tanggal 17 Agustus. Di tempat ini pula, almarhum mantan Presiden Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatannya sebagai Presiden.

Dari ruang Kredensial, rombongan akan menuju ke taman yang menghubungkan Istana Merdeka dan Istana Negara. Di taman yang luas ini, banyak terdapat patung-patung koleksi dari Bung Karno, serta lapangan mini golf. Selain taman, diantara Istana Merdeka dan Istana Negara juga terdapat kantor tempat pertemuan antara Presiden dengan menteri-menteri yang juga berfungsi sebagai tempat konperensi pers yang dilakukan oleh Presiden maupun Menteri-menteri. Di sekitar lingkungan taman ini kita akan menjelajah arena mading dimana gambar-gambar foto kegiatan presiden SBY terpampang disana.


SUMBER : - Wikipedia

- Mignus.net