1. Ruang wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi
manusia dan makhluk lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya
merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia.
Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi
dan dikelola, ruang wajib dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi kelangsungan
hidup yang berkualitas.
Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan
bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai jika didasarkan atas
keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia,
hubungan manusia dengan alam, maupun hubungan manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa Keyakinan tersebut menjadi pedoman dalam
penataan ruang.
Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional
mewajibkan agar sumber daya alam dipergunakan untuk sebesarbesar
kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat
dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan
datang.
Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa pembangunan
tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah ataupun kepuasan
batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antara keduanya. Oleh
karena itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan
seimbang dalam pembangunan yang berkelanjutan.
2. Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara
meliputi daratan, lautan, dan udara berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, termasuk laut dan landas kontinen
di sekitarnya, di mana Republik Indonesia memiliki hak berdaulat atau
kewenangan hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Tahun 1982 tentang Hukum laut.
Laut sebagai salah satu sumber daya alam tidaklah mengenal batas
wilayah. Akan tetapi, kalau ruang dikaitkan dengan pengaturannya,
maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam satu kesatuan.
Secara geografis letak dan kedudukan negara indonesia sebagai
negara kepulauan adalah sangat strategis, baik bagi kepentingan
nasional maupun internasional. Secara ekosistem kondisi alamiahnya
adalah sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa
antara dua benua dan dua samudera dengan cuaca, musim, dan iklim
tropisnya.
Dengan demikian, ruang wilayah negara Indonesia merupakan aset
besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu, dan seefektif mungkin dengan memperhatikan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan,
serta kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang
pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat yang adil dan
makmur. Dengan kata lain wawasan penataan ruang wilayah negara
Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
3. Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta
sumber daya alam yang terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan
penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya
membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang
atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan,
sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan.
Meskipun suatu ruang tidak dihuni manusia seperti ruang hampa
udara, lapisan di bawah kerak bumi, kawah gunung berapi, tetapi
ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat
dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.
Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak tak terbatas. Bila
pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar
terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang.
Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur
pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi
lokasi, kualitas ruang, dan estetika lingkungan.
4. Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari
berbagai ruang wilayah sebagai suatu subsistem. Masing-masing
subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan
keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung
yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Seluruh wilayah negara Indonesia terdiri dari wilayah Nasional,
wilayah Propinsi Daerah Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya
Daerah Tingkat II, yang masing-masing merupakan subsistem ruang
menurut batasan administrasi.
Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan
berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam, sumber
daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda,
yang apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ke arah adanya
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidak
lestarian lingkungan hidup.
Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya
dukungnya serta didukung oleh teknologi yang sesuai, akan
meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem
yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya.
Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada
subsistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem
ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya.
Ini berarti perlu adanya suatu kebijaksanaan nasional penataan ruang yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan ruang. Seiring
dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, di tingkat
Pusat maupun di tingkat Daerah, harus sesuai dengan rencana tata
ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang
tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.
5. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu
kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya.
Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan
peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem yang
harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna
menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. Untuk itu,
undang-undang tentang penataan ruang ini memiliki ciri sebagai
berikut:
a. Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan
pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan keadaan,
waktu, dan tempat.
b. Menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat
sehingga dapat lebih mendorong peran serta masyarakat dalam
pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala segi
pembangunan.
c. Mencakup semua aspek di bidang penataan ruang sebagai dasar
bagi pengaturan lebih lanjut yang perlu dituangkan dalam
bentuk peraturan tersendiri.
d. Mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut.
Selain itu, Undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai dan
menyesuaikan peraturan perundang-undangan yang memuat
ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang yang telah berlaku
yaitu peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertanahan,
kehutanan, pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan,
perkotaan, transmigrasi, perindustrian, perikanan, jalan, Landas
Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perumahan
dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi, dan
sebagainya dengan memperhatikan di antaranya:
a. Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan
Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1942) jo. Undang-undang Nomor 7
Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke
Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pembentukan
Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur (Lembaran Negara Tahun
1976 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3084);
b. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3419;
c. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera
(Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3475).
Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan yang
menyangkut aspek pemanfaatan ruang dapat terangkum dalam satu
sistem hukum penataan ruang Indonesia.
Penerapan
PEMBANGUNAN NASIONAL DAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan Undangundang Dasar 1945. Dalam melaksanakan pembangunan nasional perlu memperhatikan tiga pilar pembangunan berkelanjutan secara seimbang, hal ini sesuai dengan hasil Konperensi PBB tentang Lingkungan Hidup yang diadakan di Stockholm Tahun 1972 dan suatu Deklarasi Lingkungan Hidup KTT Bumi di Rio de Janeiro Tahun 1992 yang menyepakati prinsip dalam pengambilan keputusan pembangunan harus memperhatikan dimensi lingkungan dan manusia serta KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Tahun 2002 yang membahas dan mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup.
Bagi Indonesia mengingat bahwa kontribusi yang dapat diandalkan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi dan sumber devisa serta modal pembangunan adalah dari sumberdaya alam, dapat dikatakan bahwa sumberdaya alam mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia baik pada masa lalu, saat ini maupun masa mendatang sehingga, dalam penerapannya harus memperhatikan apa yang telah disepakati dunia internasional. Namun demikian, selain sumberdaya alam mendatangkan kontribusi besar bagi pembangunan, di lain pihak keberlanjutan atas ketersediaannya sering diabaikan dan begitu juga aturan yang mestinya ditaati sebagai landasan melaksanakan pengelolaan suatu usaha dan atau kegiatan mendukung pembangunan dari sektor ekonomi kurang diperhatikan, sehingga ada kecenderungan terjadi penurunan daya dukung lingkungan dan menipisnya ketersediaan sumberdaya alam yang ada serta penurunan kualitas lingkungan hidup. Pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang tidak dilakukan sesuai dengan daya dukungnya dapat menimbulkan adanya krisis pangan, krisis air, krisis energi dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa hampir seluruh jenis sumberdaya alam dan komponen lingkungan hidup di Indonesia cenderung mengalami penurunan kualitas dan kuantitasnya dari waktu ke waktu.
Dalam pelaksanaan pembangunan di era Otonomi Daerah, pengelolaan lingkungan hidup tetap mengacu pada Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan juga Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Undang-undang No 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Dalam melaksanakan kewenangannya diatur dengan Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. Dalam pengelolaan lingkungan hidup Pemerintah Propinsi mempunyai 6 kewenangan terutama menangani lintas Kabupaten/Kota, sehingga titik berat penanganan pengelolaan lingkungan hidup ada di Kabupaten/ Kota. Dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No 045/560 tanggal 24 Mei 2002 tentang pengakuan Kewenangan/Positif List terdapat 79 Kewenangan dalam bidang lingkungan hidup.
Sejalan dengan lajunya pembangunan nasional yang dilaksanakan permasalahan lingkungan hidup yang saat ini sering dihadapi adalah kerusakan lingkungan di sekitar areal pertambangan yang berpotensi merusak bentang alam dan adanya tumpang tindih penggunaan lahan untuk pertambangan di hutan lindung. Kasus-kasus pencemaran lingkungan juga cenderung meningkat. Kemajuan transportasi dan industrialisasi yang tidak diiringi dengan penerapan teknologi bersih memberikan dampak negatif terutama pada lingkungan perkotaan.
Sungai-sungai di perkotaan tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga. Kondisi tanah semakin tercemar oleh bahan kimia baik dari sampah padat, pupuk maupun pestisida. Masalah pencemaran ini disebabkan masih rendahnya kesadaran para pelaku dunia usaha ataupun kesadaran masyarakat untuk hidup bersih dan sehat dengan kualitas lingkungan yang baik.
Dengan kata lain permasalahan lingkungan tidak semakin ringan namun justru akan semakin berat, apalagi mengingat sumberdaya alam dimanfaatkan untuk melaksanakan pembangunan yang bertujuan memenuhi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kondisi tersebut maka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan ditingkatkan kualitasnya dengan dukungan penegakan hukum lingkungan yang adil dan tegas, sumberdaya manusia yang berkualitas, perluasan penerapan etika lingkungan serta asimilasi sosial budaya yang semakin mantap. Perlu segera didorong terjadinya perubahan cara pandang terhadap lingkungan hidup yang berwawasan etika lingkungan melalui internalisasi kedalam kegiatan/proses produksi dan konsumsi, dan menanamkan nilai dan etika lingkungan dalam kehidupan sehari-hari termasuk proses pembelajaran sosial serta pendidikan formal pada semua tingkatan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional yang berkelanjutan, sektor Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup perlu memperhatikan penjabaran lebih lanjut mandat yang terkandung dari Program Pembangunan Nasional, yaitu pada dasarnya merupakan upaya untuk mendayagunakan sumberdaya alam yang dipergunakan sebesar besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan budaya masyarakat lokal sertapenataan ruang.
Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan (World Summit on Sustainable Development - WSSD) di Johannesburg Tahun 2002, Indonesia aktif dalam membahas dan berupaya mengatasi kemerosotan kualitas lingkungan hidup, maka diputuskan untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan generasi sekarang dan yang akan datang dengan bersendikan pada pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan memperkuat satu sama lain. Pembangunan berkelanjutan dirumuskan sebagai pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengorbankan hak pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Pembangunan berkelanjutan mengandung makna jaminan mutu kehidupan manusia dan tidak melampaui kemampuan ekosistem untuk mendukungnya. Dengan demikian pengertian pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada saat ini tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Konsep ini mengandung dua unsur :
- Yang pertama adalah kebutuhan, khususnya kebutuhan dasar bagi golongan
masyarakat yang kurang beruntung, yang amat perlu mendapatkan prioritas tinggi dari semua negara. - Yang kedua adalah keterbatasan. Penguasaan teknologi dan organisasi sosial harus
memperhatikan keterbatasan kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan manusia pada saat ini dan di masa depan.
Hal ini mengingat visi pembangunan berkelanjutan bertolak dari Pembukaan Undang - Undang Dasar 1945 yaitu terlindunginya segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; tercapainya kesejahteraan umum dan kehidupan bangsa yang cerdas; dan dapat berperannya bangsa Indonesia dalam melaksankan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dengan demikian, visi pembangunan yang kita anut adalah pembangunan yang dapat memenuhi aspirasi dan kebutuhan masyarakat generasi saat ini tanpa mengurangi potensi pemenuhan aspirasi dan kebutuhan generasi mendatang. Oleh karena itu fungsi lingkungan hidup perlu terlestarikan.
Kebijakan pembangunan Nasional menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan yang memadukan ketiga pilar pembangunan yaitu bidang ekonomi, sosial dan lingkungan hidup.
Dalam penerapan prinsip Pembangunan Berkelanjutan tersebut pada Pembangunan Nasional memerlukan kesepakatan semua pihak untuk memadukan tiga pilar pembangunan secara proposional. Sejalan dengan itu telah diupayakan penyusunan Kesepakatan Nasional dan Rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan melalui serangkaian pertemuan yang diikuti oleh berbagai pihak.
Konsep pembangunan berkelanjutan timbul dan berkembang karena timbulnya kesadaran bahwa pembangunan ekonomi dan sosial tidak dapat dilepaskan dari kondisi lingkungan hidup.
- UU No.24 Th.1992 tentang Tata Ruang
- http://geo.ugm.ac.id/archives/125
Tidak ada komentar:
Posting Komentar